Category: Imel Janda yang Bergairah

Berawal Dari Mengintip Melda

Berawal Dari Mengintip Melda

Mulanya lubang itu kututup dengan kertas putih.., tapi setelah gadis manis itu kost di sebelah kamarku, maka kertas putih itu aku lepas, sehingga aku dapat bebas dan jelas melihat apa yang terjadi pada kamar di sebelahku itu. Suatu malam aku mendengar suara pintu di sebelah kamarku dibuka, lalu aku seperti biasanya naik ke atas meja untuk mengintip.

Ternyata gadis itu baru pulang dari sekolahnya.., tapi kok sampai larut malam begini tanyaku dalam hati. Gadis manis itu yang belakangan namanya kuketahui yaitu Melda, menaruh tasnya lalu mencopot sepatunya kemudian mengambil segelas air putih dan meminumnya.., akhirnya dia duduk di kursi sambil mengangkat kakinya menghadap pada lubang angin tempat aku mengintip. Melda sama sekali tidak bisa melihat ke arahku karena lampu kamarku telah kumatikan sehingga malah aku yang dapat leluasa melihat ke dalam kamarnya.

Pada posisi kakinya yang diangkat di atas kursi, terlihat jelas celana dalamnya yang putih dengan gundukan kecil di tengahnya.., lalu saja tiba-tiba penisku yang berada dalam celanaku otomatis mulai ereksi. Mataku mulai melotot melihat keindahan yang tiada duanya, apalagi ketika Melda lalu bangkit dari kursi dan mulai melepaskan baju dan rok sekolahnya sehingga kini tinggal Beha dan celana dalamnya. Sebentar dia bercermin memperhatikan tubuhnya yang ramping putih dan tangannya mulai meluncur pada payudaranya yang ternyata masih kecil juga. Diusapnya payudaranya dengan lembut. Dipuntirnya pelan puting susunya sambil memejamkan mata, rupanya dia mulai merasakan nikmat, lalu tangan satunya meluncur ke bawah, ke celana dalamnya digosoknya dengan pelan, tangannya mulai masuk ke celananya dan bermain lama.

Aku bergetar lemas melihatnya, sedangkan penisku sudah sangat tegang sekali. Lalu kulihat Melda mulai melepaskan celana dalamnya dan.., Woww, belum ada bulunya sama sekali, sebuah vagina yang menggunduk seperti gunung kecil yang tak berbulu. Ohh, begitu indah, begitu mempesona. Lalu kulihat Melda naik ke tempat tidur, menelungkup dan menggoyangkan pantatnya ibarat sedang bersetubuh. Melda menggoyang pantatnya ke kiri, ke kanan.., naik dan turun.., rupanya sedang mencari kenikmatan yang ingin sekali dia rasakan, tapi sampai lama Melda bergoyang rupanya kenikmatan itu belum dicapainya, Lalu dia bangkit dan menuju kursi dan ditempelkannya vaginanya pada ujung kursi sambil digoyang dan ditekan maju mundur.

Kasihan Melda.., rupanya dia sedang terangsang berat.., suara nafasnya yang ditahan menggambarkan dia sedang berusaha meraih dan mencari kenikmatan surga, Namun belum juga selesai, Melda kemudian mengambil spidol.., dibasahi dengan ludahnya lalu pelan-pelan spidol itu dimasukan ke lubang vaginanya, begitu spidol itu masuk sekitar satu atau dua centi matanya mulai merem melek dan erangan nafasnya makin memburu, “Ahh.., ahh”, Lalu dicopotnya spidol itu dari vaginanya, sekarang jari tengahnya mulai juga dicolokkan ke dalam vaginanya.., pertama.., jari itu masuk sebatas kukunya kemudian dia dorong lagi jarinya untuk masuk lebih dalam yaitu setengahnya, dia melenguh, “Oohh.., ohh.., ahh”, tapi heran aku jadinya, jari tengahnya dicabut lagi dari vaginanya, kurang nikmat rupanya.., lalu dia melihat sekeliling mencari sesuatu.., aku yang menyaksikan semua itu betul- betul sudah tidak tahan lagi. Penisku sudah sangat mengeras dan tegang luar biasa, lalu kubuka celana dalamku dan sekarang penisku bebas bangun lebih gagah, lebih besar lagi ereksinya melihat vagina si Melda yang sedang terangsang itu. Lalu aku mengintip lagi dan sekarang Melda rupanya sedang menempelkan vaginanya yang bahenol itu pada ujung meja belajarnya.

Kini gerakannya maju mundur sambil menekannya dengan kuat, lama dia berbuat seperti itu.., dan tiba- tiba dia melenguh, “Ahh.., ahh.., ahh”, rupanya dia telah mencapai kenikmatan yang dicari-carinya. Setelah selesai, dia lalu berbaring di tempat tidurnya dengan nafas yang tersengal-sengal. Kini posisinya tepat berada di depan pandanganku. Kulihat vaginanya yang berubah warna menjadi agak kemerah-merahan karena digesek terus dengan ujung kursi dan meja. Terlihat jelas vaginanya yang menggembung kecil ibarat kue apem yang ingin rasanya kutelan, kulumat habis.., dan tanpa terasa tanganku mulai menekan biji penisku dan kukocok penisku yang sedang dalamn posisi “ON”.

Kuambil sedikit krim pembersih muka dan kuoleskan pada kepala penisku, lalu kukocok terus, kukocok naik turun dan, “Akhh”, aku mengeluh pendek ketika air maniku muncrat ke tembok sambil mataku tetap menatap pada vagina Melda yang masih telentang di tempat tidurnya. Nikmat sekali rasanya onani sambil menyaksikan Melda yang masih berbaring telanjang bulat. Kuintip lagi pada lubang angin, dan rupanya dia ketiduran, mungkin capai dan lelah. Esok harinya aku bangun kesiangan, lalu aku mandi dan buru-buru berangkat ke kantor. Di kantor seperti biasa banyak kerjaan menumpuk dan rasanya sampai jam sembilan malam aku baru selesai. Meja kubereskan, komputer kumatikan dan aku pulang naik taksi dan sekitar jam sepuluh aku sampai ke tempat kostku. Setelah makan malam tadi di jalanan, aku masih membuka kulkas dan meminum bir dingin yang tinggal dua botol.

Aku duduk dan menyalakan TV, ku-stel volumenya cukup pelan. Aku memang orang yang tidak suka berisik, dalam bicarapun aku senang suara yang pelan, kalau ada wanita di kantorku yang bersuara keras, aku langsung menghindar, aku tidak suka. Acara TV rupanya tidak ada yang bagus, lalu kuingat kamar sebelahku, Melda.., yang tadi malam telah kusaksikan segalanya yang membuat aku sangat ingin memilikinya Aku naik ke tempat biasa dan mulai lagi mengintip ke kamar sebelah. Melda yang cantik itu kulihat tengah tidur di kasurnya, kulihat nafasnya yang teratur naik turun menandakan bahwa dia sedang betul-betul tidur pulas. Tiba-tiba nafsu jahilku timbul, dan segera kuganti celana panjangku dengan celana pendek dan dalam celana pendek itu aku tidak memakai celana dalam lagi, aku sudah nekat, kamar kostku kutinggalkan dan aku pura-pura duduk di luar kamar sambil merokok sebatang ji sam su.

Setelah kulihat situasinya aman dan tidak ada lagi orang, ternyata pintunya tidak di kunci, mungkin dia lupa atau juga memang sudah ngantuk sekali, jadi dia tidak memikirkan lagi tentang kunci pintu.

Dengan berjingkat, aku masuk ke kamarnya dan pintu langsung kukunci pelan dari dalam, kuhampiri tempat tidurnya, lalu aku duduk di tempat tidurnya memandangi wajahnya yang mungil dan, “Alaamaak”, Melda memakai daster yang tipis, daster yang tembus pandang sehingga celana dalamnya yang sekarang berwarna merah muda sangat jelas terbayang di hadapanku. “Ohh.., glekk”, aku menelan ludah sendiri dan repotnya, penisku langsung tegang sempurna sehingga keluar dari celana pendekku. Kulihat wajahnya, matanya, alisnya yang tebal, dan hidungnya yang mancung agak sedikit menekuk tanda bahwa gadis ini mempunyai nafsu besar dalam seks, itu memang rahasia lelaki bagi yang tahu. Ingin rasanya aku langsung menubruk dan mejebloskan penisku ke dalam vaginanya, tapi aku tidak mau ceroboh seperti itu. Setelah aku yakin bahwa Melda benar-benar sudah pulas, pelan- pelan kubuka tali dasternya, dan terbukalah, lalu aku sampirkan ke samping. Kini kulihat pahanya yang putih kecil dan padat itu. Sungguh suatu pemandangan yang sangat menakjubkan, apalagi celana dalamnya yang mini membuat gundukan kecil ibarat gunung merapi yang masih ditutupi oleh awan membuat penisku mengejat- ngejat dan mengangguk- ngangguk.

Pelan-pelan tanganku kutempelkan pada vaginanya yang masih tertutup itu, aku diam sebentar takut kalau kalau Melda bangun, aku bisa kena malu, tapi rupanya Melda benar-benar tertidur pulas, lalu aku mulai menyibak celana dalamnya dan melihat vaginanya yang mungil, lucu, menggembung, ibarat kue apem yang ujungnya ditempeli sebuah kacang. “Huaa”, aku merinding dan gemetar, kumainkan jariku pada pinggiran vaginanya, kuputar terus, kugesek pelan, sekali-sekali kumasukkan jariku pada lubang kecil yang betul-betul indah, bulunyapun masih tipis dan lembut. Penisku rasanya makin ereksi berat, aku mendesah lembut. Ahh, indahnya kau Melda, betapa kuingin memilikimu, aku menyayangimu, cintaku langsung hanya untukmu. Oh, aku terperanjat sebentar ketika Melda bergerak, rupanya dia menggerakkan tangannya sebentar tanpa sadar, karena aku mendengar nafasnya yang teratur berarti dia sedang tidur pulas.

Lalu dengan nekatnya kuturunkan celana dalamnya perlahan tanpa bunyi, pelan, pelan, dan lepaslah celana dalam dari tempatnya, kemudian kulepas dari kakinya sehingga kini melda benar-benar telanjang bulat. Luar biasa, indah sekali bentuknya, dari kaki sampai wajahnya kutatap tak berkedip. Payudaranya yang masih berupa puting itu sangat indah sekali. Akh, sangat luar biasa, pelan-pelan kutempelkan wajahku pada vaginanya yang merekah bak bunga mawar, kuhirup aroma wanginya yang khas. Oh, aku benar-benar tidak tahan, lalu lidahku kumainkan di sekitar vaginanya. Aku memang terkenal sebagai si pandai lidah, karena setiap wanita yang sudah pernah kena lidahku atau jilatanku pasti akan ketagihan, aku memang jago memainkan lidah, maka aku praktekan pada vagina si Melda ini. Lereng gunung vaginanya kusapu dengan lidahku, kuayun lidahku pada pinggiran lalu sekali-kali sengaja kusenggol clitorisnya yang indah itu.

Kemudian gua kecil itu kucolok lembut dengan lidahku yang sengaja kuulur panjang, aku usap terus, aku colok terus, kujelajahi gua indahnya sehingga lama- kelamaan gua itu mulai basah, lembab dan berair. Oh, nikmatnya air itu, aroma yang khas membuatku terkejet-kejet, penisku sudah tidak sabar lagi, tapi aku masih takut kalau kalau Melda terbangun bisa runyam nanti, tapi desakan kuat pada penisku sudah sangat besar sekali. Nafasku benar-benar tidak karuan, tapi kulihat Melda masih tetap saja pulas tidurnya.-Akupun lebih bersemangat lagi, sekarang semua kemampuan lidahku kupraktekan saat ini juga, luar biasa memang, vagina yang mungil, vagina yang indah, vagina yang sudah basah. Rasanya seperti sudah siap menanti tibanya senjataku yang sudah berontak untuk menerobos gua indah misterius yang ditumbuhi rumput tipis milik Melda, namun kutahan sebentar, karena lidahku dan jilatanku masih asyik bermain di sana, masih memberikan kenikmatan yang sangat luar biasa bagi Melda.

Sayang Melda tertidur pulas, andaikata Melda dapat merasakan dalam keadaan sadar pasti sangat luar biasa kenikmatan yang sedang dirasakannya itu, tapi walaupun Melda saat ini sedang tertidur pulas secara psycho seks yang berjalan secara alami dan biologis,..nikmat yang amat sangat itu pasti terbawa dalam mimpinya, itu pasti dan pasti, walaupun yang dirasakannya sekarang ini hanya sekitar 25%, Buktinya dengan nafasnya yang mulai tersengal dan tidak teratur serta vaginanya yang sudah basah, itu menandakan faktor psycho tsb sudah bekerja dengan baik. Sehingga nikmat yang luar biasa itu masih dapat dirasakan seperempatnya dari keseluruhannya kalau di saat sadar.

Akhirnya Karena kupikir sudah cukup rasanya lidahku bermain di vaginanya, maka pelan-pelan penisku yang memang sudah minta terus sejak tadi kuoles-oleskan dulu sesaat pada ujung vaginanya, lalu pada clitorisnya yang mulai memerah karena nafsu, rasa basah dan hangat pada vaginanya membuat penisku bergerak sendiri otomatis seperti mencari-cari lubang gua dari titik nikmat yang ada di vaginanya. Dan ketika penisku dirasa sudah cukup bermain di daerah istimewanya, maka dengan hati-hati namun pasti penisku kumasukan perlahan-lahan ke dalam vaginanya.., pelan, pelan dan, “sleepp.., slesepp”, kepala penisku yang gundul sudah tidak kelihatan karena batas di kepala penisku sudah masuk ke dalam vagina Melda yang hangat nikmat itu. Lalu kuperhatikan sebentar wajahnya, Masih!, dia, Melda masih pulas saja, hanya sesaat saja kadang nafasnya agak sedikit tersendat, “Ehhss.., ehh.., ss”, seperti orang ngigau.

Lalu kucabut lagi penisku sedikit dan kumasukkan lagi agak lebih dalam kira-kira hampir setengahnya, “Akhh.., ahh, betapa nikmatnya, betapa enaknya vaginamu Melda, betapa seretnya lubangmu sayang”. Oh, gerakanku terhenti sebentar, kutatap lagi wajahnya yang betul- betul cantik yang mencerminkan sumber seks yang luar biasa dari wajah mata dan hidungnya yang agak menekuk sedikit,.. ohh Melda, betapa sempurnanya tubuhmu, betapa enaknya vaginamu, betapa nikmatnya lubangmu. Oh, apapun yang terjadi aku akan bertanggung jawab untuk semuanya ini. Aku sangat menyayangimu. Lalu kembali kutekan agak dalam lagi penisku supaya bisa masuk lebih jauh lagi ke dalam vaginanya, “Bleess.., blessess”, “Akhh.., akhh”, sungguh luar biasa, sungguh nikmat sekali vaginanya, belum pernah selama ini ada wanita yang mempunyai vagina seenak dan segurih milik Melda ini.

Ketika kumasukan penisku lebih dalam lagi, kulihat Melda agak tersentak sedikit, mungkin dalam mimpinya dia merasakan kaget dan nikmat juga yang luar biasa dan nikmat yang amat sangat ketika senjataku betul-betul masuk, lagi- lagi dia mengerang, erangan nikmat, erangan sorga yang aku yakin sekali bahwa melda pasti merasakannya walaupun dirasa dalam tidurnya. Akupun demikian, ketika penisku sudah masuk semua ke dalam vaginanya, kutekan lagi sampai terbenam habis, lalu kuangkat lagi dan kubenamkan lagi sambil kugoyangkan perlahan ke kanan kiri dan ke atas dan bawah, gemetar badanku merasakan nikmat yang sesungguhnya yang diberikan oleh vagina Melda ini, aneh sangat luar biasa, vaginanya sangat menggigit lembut, menghisap pelan serta lembut dan meremas senjataku dengan lembut dan kasih sayang.

Benar-benar vagina yang luar biasa. Oh Melda, tak akan kutinggalkan kamu. Lalu dengan lebih semangat lagi aku mendayung dengan kecepatan yang taktis sambil membuat goyangan dan gerakan yang memang sudah kuciptakan sebagai resep untuk memuaskan melda ini. Akhirnya senjataku kubenamkan habis ke dasar vaginanya yang lembut, habis kutekan penisku dalam-dalam. Aakh, sumur Melda memang bukan main, walaupun lubang vaginanya itu kecil tetapi aneh dapat menampung senjata meriam milikku yang kurasa cukup besar dan panjang, belum lagi dengan urat-urat yang tumbuh di sekitar batang penisku ini, vagina yang luar biasa.

Lama-kelamaan, ketika penisku benar-benar kuhunjamkan habis dalam-dalam pada vaginanya, aku mulai merasakan seperti rasa nikmat yang luar biasa, yang akan muncrat dari lubang perkencinganku. “Ohh.., ohh”, kupercepat gerakanku naik turun, dan akhirnya muncratlah air maniku di dalam vaginanya yang sempit itu. Aku langsung lemas, dan segera kucabut penisku itu, takut Melda terbangun. Dan setelah selesai, aku segera merapikan lagi. Celana dalamnya kupakaikan lagi, begitu juga dengan dasternya juga aku kenakan lagi padanya. Sebelum kutinggalkan, aku kecup dulu keningnya sebagai tanda sayang dariku, sayang yang betul-betul timbul dari diriku, dan akhirnya pelan-pelan kamarnya kutinggalkan dan pintunya kututup lagi.Aku masuk lagi ke kamarku, berbaring di tempat tidurku, sambil menerawang, aku menghayati permainan tadi.

Oh, sungguh suatu kenikmatan yang tiada taranya. Dan Akupun tertidur dengan pulas. Keesokan harinya seperti biasa aku bangun pagi, mandi dan siap berangkat ke kantor, namun ketika hendak menutup pintu kamar, tiba- tiba Melda keluar dan tersenyum padaku. “Mau berangkat Pak?”, tanyanya, aku dengan gugup akhirnya mengiyakan ucapannya, lalu kujawab dengan pertanyaan lagi. “Kok Melda nggak sekolah?”. “Nanti Pak, Melda giliran masuk siang”, akupun tersenyum dan Meldapun lalu bergegas ke depan rumah, rupanya mau mencari tukang bubur ayam, perutnya lapar barangkali. Taxi kucegat dan aku langsung berangkat ke kantor.

Imel Janda yang Bergairah

Imel Janda yang Bergairah

Suatu sore, ketika aku berjalan-jalan di sekitar Pasar Ramayana, ada seorang wanita mendahuluiku berjalan tergesa-gesa. Isengku timbul, sambil kususul kupanggil dia dari belakang.

“Mel, Imel!” Dia menoleh ke belakang tersenyum dan memperhatikanku.
“Siapa ya?” tanyanya.
“Maaf, kukira temanku,” sahutku,
“Kebetulan dia bernama Imel”. “Mau ke mana sih?” tanyaku sambil kuulurkan tangan mengajak berkenalan.
“Saya Deny”. “Imel” jawabnya sambil menyambut tanganku.
“Sebenarnya saya mau nonton di Ramayana Theatre, tapi sudah terlambat lagi pula filmya Tidak terlalu bagus”, sambungnya lagi..

Suatu sore, ketika aku berjalan-jalan di sekitar Pasar Ramayana, ada seorang wanita mendahuluiku berjalan tergesa-gesa. Isengku timbul, sambil kususul kupanggil dia dari belakang.

“Mel, Imel!” Dia menoleh ke belakang tersenyum dan memperhatikanku.
“Siapa ya?” tanyanya.
“Maaf, kukira temanku,” sahutku,
“Kebetulan dia bernama Imel”. “Mau ke mana sih?” tanyaku sambil kuulurkan tangan mengajak berkenalan.
“Saya Deny”. “Imel” jawabnya sambil menyambut tanganku.
“Sebenarnya saya mau nonton di Ramayana Theatre, tapi sudah terlambat lagi pula filmya Tidak terlalu bagus”, sambungnya lagi..

“Sekarang mau kemana lagi?” pancingku. “gak ada, mau Jalan-jalan saja sepulang kerja” jawabnya. “Jalan yuk ke Sukasari” “Mau ngapain?” “Jalan aja, kalau ada Film bagus kita nonton di sana saja”. “Ayolah, kebetulan aku juga nggak ada acara, daripada bengong di rumah”.

Sambil ngobrol akhirnya kuketahui bahwa Imel bekerja di sebuah showroom mobil di Jakarta. Ia janda, cerai beranak satu. Sudah dua tahun ia janda. Umurnya lima tahun di atasku. Tinggal di daerah Warung Jambu, kost dengan beberapa temannya.

Perawakannya sedang, tinggi 160 cm dengan badan yang agak kurus dan lumayan besar. Wajahnya lumayan, kalau dinilai dapat angka tujuh.

Sampai di Sukasari Theatre ternyata Film sudah diputar setengah jam.

“Sekarang bagaimana?” tanyaku.
“Terserah kamu saja”. Kuajak dia jalan mutar-mutar di Matahari lihat-lihat baju dan kosmetik.

Akhirnya dia mengajak minum jamu di kedai dekat jalan. Tiba-tiba saja dia menggandeng lenganku berjalan ke kedai jamu tersebut.

“Mau minum sari rapet?” godaku.
“Gak ah, saya biasanya minum sehat wanita saja”. Akhirnya dia pesan jamu sehat wanita dan aku minum sehat lelaki.

Setelah minum jamu duduk-duduk sebentar di sana dan kami kembali ke Sukasari Theatre. Tak berapa lama loket buka.

“Jadi nonton?” tanyaku, “Tentu jadi, buat apa tunggu lama-lama di sini?”. Aku ke loket beli tiket.

Dan kembali duduk di sampingnya di foyer. Suasana kelihatan sepi, hanya ada beberapa orang saja yang duduk-duduk di foyer. Sukasari Theatre memang bukan bioskop favorit di Bogor. Kalah sama Sartika 21 yang baru dibuka.

Akhirnya kami masuk ke dalam bioskop, kemudian film mulai diputar. Beberapa lama kemudian tangannya menyusup ke lenganku. Aku diam saja. Imel semakin merapat. Aku berpaling dan menatap wajahnya. Ia tersenyum dan membuka mulutnya sedikit. Tampak giginya yang berderet rapi. Ia menyorongkan mukanya ke arahku dan mencium pipiku. Aku sedikit kaget atas tindakannya. Aku melepaskan tangannya dari lengan kiriku, lalu kulingkarkan ke bahu kirinya.

Muka kami berdekatan. Kutatap lagi wajahnya dan perlahan-lahan muka kami saling mendekat. Matanya agak terpejam dan mulutnya terbuka. Kukecup bibirnya pelan dan lama-lama menjadi ciuman yang dalam. Kuremas dada sebelah kirinya dari luar baju dengan tangan kiriku. Ia menolak dan menepiskan tanganku, tetapi dibiarkan tanganku memeluk bahunya.

Akhirnya kami tidak konsentrasi lagi ke cerita film yang sedang diputar. Sepanjang pemutaran film itu kami saling merapat dan berciuman. Kadang-kadang lidah kami saling mendesak ke dalam rongga mulut, bergantian kadang lidahnya menggelitik rongga mulutku, kadang lidahku yang masuk ke dalam mulutnya. Ia mendesah menahan dorongan nafsunya yang tertahan sekian lama. Film habis, kami keluar dan berjalan mencari angkutan.

“Kalau sudah malam begini dari sini susah cari angkutan ke rumahku ” katanya.
“Jadi bagaimana?”
“Kita coba saja ke Ramayana, nanti disambung lagi”. Akhirnya kami dapat angkutan, tetapi hanya sampai Pajajaran saja.

Suatu sore, ketika aku berjalan-jalan di sekitar Pasar Ramayana, ada seorang wanita mendahuluiku berjalan tergesa-gesa. Isengku timbul, sambil kususul kupanggil dia dari belakang.

“Mel, Imel!” Dia menoleh ke belakang tersenyum dan memperhatikanku.
“Siapa ya?” tanyanya.
“Maaf, kukira temanku,” sahutku,
“Kebetulan dia bernama Imel”. “Mau ke mana sih?” tanyaku sambil kuulurkan tangan mengajak berkenalan.
“Saya Deny”. “Imel” jawabnya sambil menyambut tanganku.
“Sebenarnya saya mau nonton di Ramayana Theatre, tapi sudah terlambat lagi pula filmya Tidak terlalu bagus”, sambungnya lagi..

“Sekarang mau kemana lagi?” pancingku. “gak ada, mau Jalan-jalan saja sepulang kerja” jawabnya. “Jalan yuk ke Sukasari” “Mau ngapain?” “Jalan aja, kalau ada Film bagus kita nonton di sana saja”. “Ayolah, kebetulan aku juga nggak ada acara, daripada bengong di rumah”.

Sambil ngobrol akhirnya kuketahui bahwa Imel bekerja di sebuah showroom mobil di Jakarta. Ia janda, cerai beranak satu. Sudah dua tahun ia janda. Umurnya lima tahun di atasku. Tinggal di daerah Warung Jambu, kost dengan beberapa temannya.

Perawakannya sedang, tinggi 160 cm dengan badan yang agak kurus dan lumayan besar. Wajahnya lumayan, kalau dinilai dapat angka tujuh.

Sampai di Sukasari Theatre ternyata Film sudah diputar setengah jam.

“Sekarang bagaimana?” tanyaku.
“Terserah kamu saja”. Kuajak dia jalan mutar-mutar di Matahari lihat-lihat baju dan kosmetik.

Akhirnya dia mengajak minum jamu di kedai dekat jalan. Tiba-tiba saja dia menggandeng lenganku berjalan ke kedai jamu tersebut.

“Mau minum sari rapet?” godaku.
“Gak ah, saya biasanya minum sehat wanita saja”. Akhirnya dia pesan jamu sehat wanita dan aku minum sehat lelaki.

Setelah minum jamu duduk-duduk sebentar di sana dan kami kembali ke Sukasari Theatre. Tak berapa lama loket buka.

“Jadi nonton?” tanyaku, “Tentu jadi, buat apa tunggu lama-lama di sini?”. Aku ke loket beli tiket.

Dan kembali duduk di sampingnya di foyer. Suasana kelihatan sepi, hanya ada beberapa orang saja yang duduk-duduk di foyer. Sukasari Theatre memang bukan bioskop favorit di Bogor. Kalah sama Sartika 21 yang baru dibuka.

Akhirnya kami masuk ke dalam bioskop, kemudian film mulai diputar. Beberapa lama kemudian tangannya menyusup ke lenganku. Aku diam saja. Imel semakin merapat. Aku berpaling dan menatap wajahnya. Ia tersenyum dan membuka mulutnya sedikit. Tampak giginya yang berderet rapi. Ia menyorongkan mukanya ke arahku dan mencium pipiku. Aku sedikit kaget atas tindakannya. Aku melepaskan tangannya dari lengan kiriku, lalu kulingkarkan ke bahu kirinya.

Muka kami berdekatan. Kutatap lagi wajahnya dan perlahan-lahan muka kami saling mendekat. Matanya agak terpejam dan mulutnya terbuka. Kukecup bibirnya pelan dan lama-lama menjadi ciuman yang dalam. Kuremas dada sebelah kirinya dari luar baju dengan tangan kiriku. Ia menolak dan menepiskan tanganku, tetapi dibiarkan tanganku memeluk bahunya.

Akhirnya kami tidak konsentrasi lagi ke cerita film yang sedang diputar. Sepanjang pemutaran film itu kami saling merapat dan berciuman. Kadang-kadang lidah kami saling mendesak ke dalam rongga mulut, bergantian kadang lidahnya menggelitik rongga mulutku, kadang lidahku yang masuk ke dalam mulutnya. Ia mendesah menahan dorongan nafsunya yang tertahan sekian lama. Film habis, kami keluar dan berjalan mencari angkutan.

“Kalau sudah malam begini dari sini susah cari angkutan ke rumahku ” katanya.
“Jadi bagaimana?”
“Kita coba saja ke Ramayana, nanti disambung lagi”. Akhirnya kami dapat angkutan, tetapi hanya sampai Pajajaran saja.

Kami turun di depan pintu Kebun Raya yang di Pajajaran. Kami menungu lagi di situ.

“Jam segini nggak ada lagi angkutan ke Warung Jambu kali ya?” tanyaku.
“Kelihatannya sih nggak ada lagi. Kita cari penginapan saja yuk, saya pernah nginap rame-rame dengan teman-teman di satu penginapan. Agak murah, tapi saya lupa tempatnya”.

Sekilas terpikir olehku Wisma T dekat Pasar Kebon Kembang. “Benar nih mau nginap? Saya tahu ada penginapan yang bersih dan murah”. Setelah lima belas menit menunggu ada mobil Angkutan plat hitam berhenti di depan kami.

“Kemana Pak? Mari saya antar” tanya sopir sambil membuka kaca jendelanya. Kami naik dan minta diantar ke Wisma T.

Sampai di sana ternyata hanya ada kamar standar dengan 2 kasur. Setelah menyelesaikan pembayaran, kami berdua masuk ke kamar. Di dalam kamar kami rapatkan kedua kasur yang ada. Karena agak gerah kubuka kausku. Imel hanya memandang dan tersenyum saja. Kami berbaring berdampingan di kasur masing-masing.

“Boss-nya yang punya showroom orang mana sih?”
“Keturunan Arab” Jawabnya.
“Asyik dong pasti gede punya barangnya. Kamu sering diajak sama boss dong “.
“gak pernah kok”. Entah dia berbohong atau benar.
“Terus kalau tiba-tiba kepengen gimana?” Imel hanya diam saja. Imel bangun dan kulihat dia membuka celana panjangnya. “Eh ngapain dibuka?” kataku terkejut.

Imel hanya tersenyum saja. Ternyata dia mengenakan celana pendek santai sebatas lutut di dalamnya. Kembali Imel berbaring di kasurnya. Karena kedua kasur sengaja kami susun rapat, tanganku bisa menjangkau tubuhnya dan kurengkuh mendekat tubuhku.

Kembali kami berciuman. Mula-mula hanya kukecup bibirnya saja dengan lembut. Imel membalas lembut dan lama kelamaan mulai menjadi liar. Tangannya memainkan bulu dadaku.

Beberapa menit kami saling berciuman dengan dengus napas yang berat. Kutindih dia sambil berciuman. Meriamku di bawah mulai bangkit. Imel merapatkan selangkangannya pada selangkanganku. Mulutku turun ke atas dadanya dan kucoba membuka kancing shirt nya dengan bibirku dan gigiku.

“Sebentar, aku buka dulu bajuku ya,” Katanya sambil membuka kancing bajunya satu persatu.
“Jangan, gak usah dibuka” kataku sambil menahan tangannya.
“gak apa-apa kok. Kamu mau kan”. Katanya mendesah.

Imel membuka baju dan celana pendeknya. Kemudian tangannya membuka ikat pinggangku dan akhirnya menarik resleting dan kemudian dengan perlahan ia menarik celanaku ke bawah. Kini kami hanya mengenakan pakaian dalam saja.

“Kamu sering ajak perempuan untuk begini ya?” tanyanya.
“Ah gak, aku belum pernah kok berhubungan dengan wanita” kataku berbohong. Aku memang sudah beberapa kali berhubungan dengan wanita.

“Gak percaya ah, kelihatannya kamu lihai sekali dalam bercumbu tadi”.
“Kalau sebatas ciuman emang sih, tapi untuk lebih jauh lagi belum pernah. Paling hanya nonton Film dan baca cerita saja”

“Jadi kamu masih perjaka?” ia meyakinkan lagi.
“Emangnya kenapa?”
“Eehhngng..” Ia mendesah ketika lehernya kujilati.

Suatu sore, ketika aku berjalan-jalan di sekitar Pasar Ramayana, ada seorang wanita mendahuluiku berjalan tergesa-gesa. Isengku timbul, sambil kususul kupanggil dia dari belakang.

“Mel, Imel!” Dia menoleh ke belakang tersenyum dan memperhatikanku.
“Siapa ya?” tanyanya.
“Maaf, kukira temanku,” sahutku,
“Kebetulan dia bernama Imel”. “Mau ke mana sih?” tanyaku sambil kuulurkan tangan mengajak berkenalan.
“Saya Deny”. “Imel” jawabnya sambil menyambut tanganku.
“Sebenarnya saya mau nonton di Ramayana Theatre, tapi sudah terlambat lagi pula filmya Tidak terlalu bagus”, sambungnya lagi..

“Sekarang mau kemana lagi?” pancingku. “gak ada, mau Jalan-jalan saja sepulang kerja” jawabnya. “Jalan yuk ke Sukasari” “Mau ngapain?” “Jalan aja, kalau ada Film bagus kita nonton di sana saja”. “Ayolah, kebetulan aku juga nggak ada acara, daripada bengong di rumah”.

Sambil ngobrol akhirnya kuketahui bahwa Imel bekerja di sebuah showroom mobil di Jakarta. Ia janda, cerai beranak satu. Sudah dua tahun ia janda. Umurnya lima tahun di atasku. Tinggal di daerah Warung Jambu, kost dengan beberapa temannya.

Perawakannya sedang, tinggi 160 cm dengan badan yang agak kurus dan lumayan besar. Wajahnya lumayan, kalau dinilai dapat angka tujuh.

Sampai di Sukasari Theatre ternyata Film sudah diputar setengah jam.

“Sekarang bagaimana?” tanyaku.
“Terserah kamu saja”. Kuajak dia jalan mutar-mutar di Matahari lihat-lihat baju dan kosmetik.

Akhirnya dia mengajak minum jamu di kedai dekat jalan. Tiba-tiba saja dia menggandeng lenganku berjalan ke kedai jamu tersebut.

“Mau minum sari rapet?” godaku.
“Gak ah, saya biasanya minum sehat wanita saja”. Akhirnya dia pesan jamu sehat wanita dan aku minum sehat lelaki.

Setelah minum jamu duduk-duduk sebentar di sana dan kami kembali ke Sukasari Theatre. Tak berapa lama loket buka.

“Jadi nonton?” tanyaku, “Tentu jadi, buat apa tunggu lama-lama di sini?”. Aku ke loket beli tiket.

Dan kembali duduk di sampingnya di foyer. Suasana kelihatan sepi, hanya ada beberapa orang saja yang duduk-duduk di foyer. Sukasari Theatre memang bukan bioskop favorit di Bogor. Kalah sama Sartika 21 yang baru dibuka.

Akhirnya kami masuk ke dalam bioskop, kemudian film mulai diputar. Beberapa lama kemudian tangannya menyusup ke lenganku. Aku diam saja. Imel semakin merapat. Aku berpaling dan menatap wajahnya. Ia tersenyum dan membuka mulutnya sedikit. Tampak giginya yang berderet rapi. Ia menyorongkan mukanya ke arahku dan mencium pipiku. Aku sedikit kaget atas tindakannya. Aku melepaskan tangannya dari lengan kiriku, lalu kulingkarkan ke bahu kirinya.

Muka kami berdekatan. Kutatap lagi wajahnya dan perlahan-lahan muka kami saling mendekat. Matanya agak terpejam dan mulutnya terbuka. Kukecup bibirnya pelan dan lama-lama menjadi ciuman yang dalam. Kuremas dada sebelah kirinya dari luar baju dengan tangan kiriku. Ia menolak dan menepiskan tanganku, tetapi dibiarkan tanganku memeluk bahunya.

Akhirnya kami tidak konsentrasi lagi ke cerita film yang sedang diputar. Sepanjang pemutaran film itu kami saling merapat dan berciuman. Kadang-kadang lidah kami saling mendesak ke dalam rongga mulut, bergantian kadang lidahnya menggelitik rongga mulutku, kadang lidahku yang masuk ke dalam mulutnya. Ia mendesah menahan dorongan nafsunya yang tertahan sekian lama. Film habis, kami keluar dan berjalan mencari angkutan.

“Kalau sudah malam begini dari sini susah cari angkutan ke rumahku ” katanya.
“Jadi bagaimana?”
“Kita coba saja ke Ramayana, nanti disambung lagi”. Akhirnya kami dapat angkutan, tetapi hanya sampai Pajajaran saja.

Kami turun di depan pintu Kebun Raya yang di Pajajaran. Kami menungu lagi di situ.

“Jam segini nggak ada lagi angkutan ke Warung Jambu kali ya?” tanyaku.
“Kelihatannya sih nggak ada lagi. Kita cari penginapan saja yuk, saya pernah nginap rame-rame dengan teman-teman di satu penginapan. Agak murah, tapi saya lupa tempatnya”.

Sekilas terpikir olehku Wisma T dekat Pasar Kebon Kembang. “Benar nih mau nginap? Saya tahu ada penginapan yang bersih dan murah”. Setelah lima belas menit menunggu ada mobil Angkutan plat hitam berhenti di depan kami.

“Kemana Pak? Mari saya antar” tanya sopir sambil membuka kaca jendelanya. Kami naik dan minta diantar ke Wisma T.

Sampai di sana ternyata hanya ada kamar standar dengan 2 kasur. Setelah menyelesaikan pembayaran, kami berdua masuk ke kamar. Di dalam kamar kami rapatkan kedua kasur yang ada. Karena agak gerah kubuka kausku. Imel hanya memandang dan tersenyum saja. Kami berbaring berdampingan di kasur masing-masing.

“Boss-nya yang punya showroom orang mana sih?”
“Keturunan Arab” Jawabnya.
“Asyik dong pasti gede punya barangnya. Kamu sering diajak sama boss dong “.
“gak pernah kok”. Entah dia berbohong atau benar.
“Terus kalau tiba-tiba kepengen gimana?” Imel hanya diam saja. Imel bangun dan kulihat dia membuka celana panjangnya. “Eh ngapain dibuka?” kataku terkejut.

> Imel hanya tersenyum saja. Ternyata dia mengenakan celana pendek santai sebatas lutut di dalamnya. Kembali Imel berbaring di kasurnya. Karena kedua kasur sengaja kami susun rapat, tanganku bisa menjangkau tubuhnya dan kurengkuh mendekat tubuhku.

Kembali kami berciuman. Mula-mula hanya kukecup bibirnya saja dengan lembut. Imel membalas lembut dan lama kelamaan mulai menjadi liar. Tangannya memainkan bulu dadaku.

Beberapa menit kami saling berciuman dengan dengus napas yang berat. Kutindih dia sambil berciuman. Meriamku di bawah mulai bangkit. Imel merapatkan selangkangannya pada selangkanganku. Mulutku turun ke atas dadanya dan kucoba membuka kancing shirt nya dengan bibirku dan gigiku.

“Sebentar, aku buka dulu bajuku ya,” Katanya sambil membuka kancing bajunya satu persatu.
“Jangan, gak usah dibuka” kataku sambil menahan tangannya.
“gak apa-apa kok. Kamu mau kan”. Katanya mendesah.

Imel membuka baju dan celana pendeknya. Kemudian tangannya membuka ikat pinggangku dan akhirnya menarik resleting dan kemudian dengan perlahan ia menarik celanaku ke bawah. Kini kami hanya mengenakan pakaian dalam saja.

“Kamu sering ajak perempuan untuk begini ya?” tanyanya.
“Ah gak, aku belum pernah kok berhubungan dengan wanita” kataku berbohong. Aku memang sudah beberapa kali berhubungan dengan wanita.

“Gak percaya ah, kelihatannya kamu lihai sekali dalam bercumbu tadi”.
“Kalau sebatas ciuman emang sih, tapi untuk lebih jauh lagi belum pernah. Paling hanya nonton Film dan baca cerita saja”

“Jadi kamu masih perjaka?” ia meyakinkan lagi.
“Emangnya kenapa?”
“Eehhngng..” Ia mendesah ketika lehernya kujilati.

Imel menindihku dan tangannya kebelakang punggungnya membuka pengait bra-nya. Kini terbukalah dadanya di hadapanku. Buah dadanya lumayan besar. Masih kencang dan padat. Imel mendorong lidahnya masuk jauh ke dalam rongga mulutku. Lidahnya liar memainkan lidahku.

Aku hanya diam saja, sesekali membalas mendorong lidahnya. Tanganku memilin puting serta meremas payudaranya. Imel menggeserkan tubuhnya ke bagian atas tubuhku sehingga payudaranya pas di depan mulutku. Segera kuhisap payudaranya dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kugigit kecil.

“Aaacchh, teruskan Den.. Teruskan”. Ia mulai mengerang dan meracau, punggungnya melengkung ke belakang.

Meriamku semakin keras. Imel semakin merapatkan selangkangannya pada selangkanganku, sehingga kadang terasa agak sakit jika dia terlalu keras menindihku. Puting dan payudaranya semakin kencang dan keras.

Kukulum payudaranya, sambil putingnya terus kumainkan dengan lidahku. Dadanya terlihat memerah dan menjadi lebih gelap dibanding bagian tubuh lainnya pertanda nafsunya mulai terbakar. Napasnya tersengal-sengal.

Tangan Imel bergerak ke bawah menyelusup di balik celana dalamku, meremas, mengocok dan menggoyang-goyangkan senjataku. Akhirnya dia menarik celana dalamku sampai ke lutut dan dengan bantuan jari kakinya ia melepaskannya ke bawah. Kini aku dalam keadaan telanjang bulat.

Imel menggeserkan mulutnya ke arah bawah, menjilati leher dan menggigit kecil daun telingaku. Hembusan napasnya terasa kuat menerpa tubuhku. Dia mulai menjilati putingku. Aku terangsang hebat sekali sehingga harus menggeleng-gelengkan kepalaku untuk menahan rangsangan ini.

Kupeluk pinggangnya erat-erat. Tangannya kemudian membuka celana dalamnya sendiri. Kini tangan kiriku leluasa bermain di antara selangkangannya. Rambut kemaluannya tidak begitu lebat dan pendek-pendek. Dengan jari telunjuk dan jari manis kubuka kemaluannya itu.

Jari tengahku menekan bagian atas organ kewanitaannya dan mengusap bagian yang menonjol seperti kacang tanah. Setiap aku mengusap kelentitnya Imel menggigit kuat dadaku dan mengerang tertahan.

“Aaauhh.. Ngngnggnghhk”

Mulutnya bergerak semakin ke bawah, bermain-main dengan bulu dada dan perutku, terus semakin ke bawah, menjilati bagian dalam lutut dan pahaku. Sendi-sendi kakiku terasa mau lepas. Tangannya masih sempat bermain-main di kejantananku. Kini mulutnya mulai menjilati kantung penisku. Tanganku meremas-remas rambutnya untuk mengimbanginya.

Aku pikir dia mau meng-oral, tetapi ternyata tidak, dia hanya sampai pada kantung penis saja. Aku hanya menunggu dan mengimbangi gerakannya saja, seolah-olah aku belum pernah melakukan hal ini. Kembali Imel bergerak ke atas, tangan kirinya memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri mengeras.

Suatu sore, ketika aku berjalan-jalan di sekitar Pasar Ramayana, ada seorang wanita mendahuluiku berjalan tergesa-gesa. Isengku timbul, sambil kususul kupanggil dia dari belakang.

“Mel, Imel!” Dia menoleh ke belakang tersenyum dan memperhatikanku.
“Siapa ya?” tanyanya.
“Maaf, kukira temanku,” sahutku,
“Kebetulan dia bernama Imel”. “Mau ke mana sih?” tanyaku sambil kuulurkan tangan mengajak berkenalan.
“Saya Deny”. “Imel” jawabnya sambil menyambut tanganku.
“Sebenarnya saya mau nonton di Ramayana Theatre, tapi sudah terlambat lagi pula filmya Tidak terlalu bagus”, sambungnya lagi..

 

“Sekarang mau kemana lagi?” pancingku. “gak ada, mau Jalan-jalan saja sepulang kerja” jawabnya. “Jalan yuk ke Sukasari” “Mau ngapain?” “Jalan aja, kalau ada Film bagus kita nonton di sana saja”. “Ayolah, kebetulan aku juga nggak ada acara, daripada bengong di rumah”.

Sambil ngobrol akhirnya kuketahui bahwa Imel bekerja di sebuah showroom mobil di Jakarta. Ia janda, cerai beranak satu. Sudah dua tahun ia janda. Umurnya lima tahun di atasku. Tinggal di daerah Warung Jambu, kost dengan beberapa temannya.

Perawakannya sedang, tinggi 160 cm dengan badan yang agak kurus dan lumayan besar. Wajahnya lumayan, kalau dinilai dapat angka tujuh.

Sampai di Sukasari Theatre ternyata Film sudah diputar setengah jam.

“Sekarang bagaimana?” tanyaku.
“Terserah kamu saja”. Kuajak dia jalan mutar-mutar di Matahari lihat-lihat baju dan kosmetik.

Akhirnya dia mengajak minum jamu di kedai dekat jalan. Tiba-tiba saja dia menggandeng lenganku berjalan ke kedai jamu tersebut.

“Mau minum sari rapet?” godaku.
“Gak ah, saya biasanya minum sehat wanita saja”. Akhirnya dia pesan jamu sehat wanita dan aku minum sehat lelaki.

Setelah minum jamu duduk-duduk sebentar di sana dan kami kembali ke Sukasari Theatre. Tak berapa lama loket buka.

“Jadi nonton?” tanyaku, “Tentu jadi, buat apa tunggu lama-lama di sini?”. Aku ke loket beli tiket.

Dan kembali duduk di sampingnya di foyer. Suasana kelihatan sepi, hanya ada beberapa orang saja yang duduk-duduk di foyer. Sukasari Theatre memang bukan bioskop favorit di Bogor. Kalah sama Sartika 21 yang baru dibuka.

Akhirnya kami masuk ke dalam bioskop, kemudian film mulai diputar. Beberapa lama kemudian tangannya menyusup ke lenganku. Aku diam saja. Imel semakin merapat. Aku berpaling dan menatap wajahnya. Ia tersenyum dan membuka mulutnya sedikit. Tampak giginya yang berderet rapi. Ia menyorongkan mukanya ke arahku dan mencium pipiku. Aku sedikit kaget atas tindakannya. Aku melepaskan tangannya dari lengan kiriku, lalu kulingkarkan ke bahu kirinya.

Muka kami berdekatan. Kutatap lagi wajahnya dan perlahan-lahan muka kami saling mendekat. Matanya agak terpejam dan mulutnya terbuka. Kukecup bibirnya pelan dan lama-lama menjadi ciuman yang dalam. Kuremas dada sebelah kirinya dari luar baju dengan tangan kiriku. Ia menolak dan menepiskan tanganku, tetapi dibiarkan tanganku memeluk bahunya.

Akhirnya kami tidak konsentrasi lagi ke cerita film yang sedang diputar. Sepanjang pemutaran film itu kami saling merapat dan berciuman. Kadang-kadang lidah kami saling mendesak ke dalam rongga mulut, bergantian kadang lidahnya menggelitik rongga mulutku, kadang lidahku yang masuk ke dalam mulutnya. Ia mendesah menahan dorongan nafsunya yang tertahan sekian lama. Film habis, kami keluar dan berjalan mencari angkutan.

“Kalau sudah malam begini dari sini susah cari angkutan ke rumahku ” katanya.
“Jadi bagaimana?”
“Kita coba saja ke Ramayana, nanti disambung lagi”. Akhirnya kami dapat angkutan, tetapi hanya sampai Pajajaran saja.

Kami turun di depan pintu Kebun Raya yang di Pajajaran. Kami menungu lagi di situ.

“Jam segini nggak ada lagi angkutan ke Warung Jambu kali ya?” tanyaku.
“Kelihatannya sih nggak ada lagi. Kita cari penginapan saja yuk, saya pernah nginap rame-rame dengan teman-teman di satu penginapan. Agak murah, tapi saya lupa tempatnya”.

Sekilas terpikir olehku Wisma T dekat Pasar Kebon Kembang. “Benar nih mau nginap? Saya tahu ada penginapan yang bersih dan murah”. Setelah lima belas menit menunggu ada mobil Angkutan plat hitam berhenti di depan kami.

“Kemana Pak? Mari saya antar” tanya sopir sambil membuka kaca jendelanya. Kami naik dan minta diantar ke Wisma T.

Sampai di sana ternyata hanya ada kamar standar dengan 2 kasur. Setelah menyelesaikan pembayaran, kami berdua masuk ke kamar. Di dalam kamar kami rapatkan kedua kasur yang ada. Karena agak gerah kubuka kausku. Imel hanya memandang dan tersenyum saja. Kami berbaring berdampingan di kasur masing-masing.

“Boss-nya yang punya showroom orang mana sih?”
“Keturunan Arab” Jawabnya.
“Asyik dong pasti gede punya barangnya. Kamu sering diajak sama boss dong “.
“gak pernah kok”. Entah dia berbohong atau benar.
“Terus kalau tiba-tiba kepengen gimana?” Imel hanya diam saja. Imel bangun dan kulihat dia membuka celana panjangnya. “Eh ngapain dibuka?” kataku terkejut.

Imel hanya tersenyum saja. Ternyata dia mengenakan celana pendek santai sebatas lutut di dalamnya. Kembali Imel berbaring di kasurnya. Karena kedua kasur sengaja kami susun rapat, tanganku bisa menjangkau tubuhnya dan kurengkuh mendekat tubuhku.

Kembali kami berciuman. Mula-mula hanya kukecup bibirnya saja dengan lembut. Imel membalas lembut dan lama kelamaan mulai menjadi liar. Tangannya memainkan bulu dadaku.

Beberapa menit kami saling berciuman dengan dengus napas yang berat. Kutindih dia sambil berciuman. Meriamku di bawah mulai bangkit. Imel merapatkan selangkangannya pada selangkanganku. Mulutku turun ke atas dadanya dan kucoba membuka kancing shirt nya dengan bibirku dan gigiku.

“Sebentar, aku buka dulu bajuku ya,” Katanya sambil membuka kancing bajunya satu persatu.
“Jangan, gak usah dibuka” kataku sambil menahan tangannya.
“gak apa-apa kok. Kamu mau kan”. Katanya mendesah.Imel membuka baju dan celana pendeknya. Kemudian tangannya membuka ikat pinggangku dan akhirnya menarik resleting dan kemudian dengan perlahan ia menarik celanaku ke bawah. Kini kami hanya mengenakan pakaian dalam saja.

“Kamu sering ajak perempuan untuk begini ya?” tanyanya.
“Ah gak, aku belum pernah kok berhubungan dengan wanita” kataku berbohong. Aku memang sudah beberapa kali berhubungan dengan wanita.

“Gak percaya ah, kelihatannya kamu lihai sekali dalam bercumbu tadi”.
“Kalau sebatas ciuman emang sih, tapi untuk lebih jauh lagi belum pernah. Paling hanya nonton Film dan baca cerita saja”

“Jadi kamu masih perjaka?” ia meyakinkan lagi.
“Emangnya kenapa?”
“Eehhngng..” Ia mendesah ketika lehernya kujilati.

Imel menindihku dan tangannya kebelakang punggungnya membuka pengait bra-nya. Kini terbukalah dadanya di hadapanku. Buah dadanya lumayan besar. Masih kencang dan padat. Imel mendorong lidahnya masuk jauh ke dalam rongga mulutku. Lidahnya liar memainkan lidahku.

Aku hanya diam saja, sesekali membalas mendorong lidahnya. Tanganku memilin puting serta meremas payudaranya. Imel menggeserkan tubuhnya ke bagian atas tubuhku sehingga payudaranya pas di depan mulutku. Segera kuhisap payudaranya dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kugigit kecil.

“Aaacchh, teruskan Den.. Teruskan”. Ia mulai mengerang dan meracau, punggungnya melengkung ke belakang.

Meriamku semakin keras. Imel semakin merapatkan selangkangannya pada selangkanganku, sehingga kadang terasa agak sakit jika dia terlalu keras menindihku. Puting dan payudaranya semakin kencang dan keras.

Kukulum payudaranya, sambil putingnya terus kumainkan dengan lidahku. Dadanya terlihat memerah dan menjadi lebih gelap dibanding bagian tubuh lainnya pertanda nafsunya mulai terbakar. Napasnya tersengal-sengal.Tangan Imel bergerak ke bawah menyelusup di balik celana dalamku, meremas, mengocok dan menggoyang-goyangkan senjataku. Akhirnya dia menarik celana dalamku sampai ke lutut dan dengan bantuan jari kakinya ia melepaskannya ke bawah. Kini aku dalam keadaan telanjang bulat.

Imel menggeserkan mulutnya ke arah bawah, menjilati leher dan menggigit kecil daun telingaku. Hembusan napasnya terasa kuat menerpa tubuhku. Dia mulai menjilati putingku. Aku terangsang hebat sekali sehingga harus menggeleng-gelengkan kepalaku untuk menahan rangsangan ini.

Kupeluk pinggangnya erat-erat. Tangannya kemudian membuka celana dalamnya sendiri. Kini tangan kiriku leluasa bermain di antara selangkangannya. Rambut kemaluannya tidak begitu lebat dan pendek-pendek. Dengan jari telunjuk dan jari manis kubuka kemaluannya itu.

Jari tengahku menekan bagian atas organ kewanitaannya dan mengusap bagian yang menonjol seperti kacang tanah. Setiap aku mengusap kelentitnya Imel menggigit kuat dadaku dan mengerang tertahan.

“Aaauhh.. Ngngnggnghhk”

Mulutnya bergerak semakin ke bawah, bermain-main dengan bulu dada dan perutku, terus semakin ke bawah, menjilati bagian dalam lutut dan pahaku. Sendi-sendi kakiku terasa mau lepas. Tangannya masih sempat bermain-main di kejantananku. Kini mulutnya mulai menjilati kantung penisku. Tanganku meremas-remas rambutnya untuk mengimbanginya.

Aku pikir dia mau meng-oral, tetapi ternyata tidak, dia hanya sampai pada kantung penis saja. Aku hanya menunggu dan mengimbangi gerakannya saja, seolah-olah aku belum pernah melakukan hal ini. Kembali Imel bergerak ke atas, tangan kirinya memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri mengeras.

Ia dalam posisi jongkok di atas selangkanganku. Perlahan lahan ia menurunkan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Agak susah dia kelihatannya berusaha memasukkan kejantananku ke liang vaginanya. Mungkin benar juga setelah lama janda dia tidak pernah merasakan lagi nikmatnya berhubungan badan.

Penisku memang lebih besar di bagian ujung dari pada pangkalnya. Kepala kejantananku dijepit dengan kedua jarinya, digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa hangat dan lembab, lama-lama seperti berair. Dia mencoba lagi untuk memasukkan kejantananku. Kali ini.. Blleessh.. Usahanya berhasil. “Ouhh.. Imel ouhh” kini aku yang setengah berteriak.

Imel mulai bergerak naik turun dalam posisi setengah jongkok. Mula-mula perlahan-lahan dia menggerakkannya, karena memang terasa masih sempit agak kesat dan kering. Aku mengimbanginya dengan memutar pinggulku dan meremas payudaranya.

Kepalanya mendongak ke atas dan bergerak ke kanan kiri. Kedua tangannya bertumpu pada pahaku. Ketika lendirnya sudah membasahi organnya Imel mempercepat gerakannya, kadang-kadang dibuatnya tinggal kepala penisku saja yang menyentuh mulut vaginanya. Imel menghentikan gerakannya, merebahkan tubuhnya di atasku dan kini terasa otot vaginanya meremas penisku.

Terasa nikmat sekali. Aku mengimbanginya, ketika dia relaksasi aku yang mengencangkan otot perutku seolah-olah menahan kencing. Demikian bergantian kami saling meremas dengan otot kemaluan kami. Beberapa saat kami dalam posisi itu tanpa menggerakkan tubuh, hanya otot kemaluan saja yang bekerja sambil saling berciuman dan memagut tubuh kami. “Deny, .. Nikmat sekali .. Ooouuhh” desisnya sambil menciumi leherku.

Imel berguling ke samping, kini dalam posisi menyamping aku yang bergerak maju mundur menyodokkan kejantananku ke dalam vaginanya. Dalam posisi ini gerakanku menjadi kurang nyaman dan kurang bebas. Kugulingkan lagi tubuhnya, kini aku yang berada di atas.

Kuatur gerakanku dengan ritme pelan namun dalam sampai kurasakan kepala penisku menyentuh mulut rahimnya. Kuangkat penisku sampai keluar dari vaginanya dan kumasukkan lagi dengan pelan, demikian berulang-ulang. Ketika penisku menyentuh rahimnya Imel mengangkat pantatnya sehingga tubuh kami merapat.

“Lebih cepat lagi, oohh.. Aku mau keluar aacchhkk..” Imel memeluk punggungku lebih erat. Betisnya membelit pinggangku, matanya setengah terpejam, kepalanya terangkat sehingga seolah-olah tubuhnya menggantung di tubuhku.

Kuubah ritmeku, kugerakkan dengan pelan namun hanya ujung penisku saja yang masuk beberapa kali kemudian sekali kutusukkan dengan cepat sampai seluruh batang terbenam. Matanya semakin sayu dan gerakannya semakin liar. Aku mendadak menghentikan gerakanku. Payudaranya sebelah kuremas dan sebelah lagi kukulum dalam-dalam. Tubuh Imel bergetar seperti menangis.

“Ayo jangan berhenti, teruskan.. Teruskan lagi” pintanya.

Aku tahu wanita ini hampir mencapai puncaknya. Kugerakkan lagi tubuhku. Kali ini dengan ritme yang cepat dan dalam. Semakin lama semakin cepat. Terdengar bunyi seperti kaki diangkat dari dalam lumpur ketika penisku kunaikturunkan dengan cepat.

“Ayolah Deny, aku mau sampai “. Gerakan pantatku semakin cepat dan akhirnya
“Sekarang.. Den.. Sekarang.. Yeeah!!”

Kurasakan tubuhnya menegang, vaginanya berdenyut dengan cepat, napasnya tersengal dan tangannya meremas rambutku. Kukencangkan otot perutku dan kutahan, terasa ada aliran lahar yang mau meledak.

Aku berhenti sejenak dalam posisi kepala penis saja yang masuk dalam vaginanya, kemudian kuhempaskan dalam-dalam. Serr.. Seerr beberapa kali laharku muncrat di dalam vaginanya. Imel hendak berteriak untuk menyalurkan rasa kepuasannya, namun sebelum keluar suaranya kusumbat mulutnya dengan bibirku.

“MMmmhh.. Achh” pantatnya diangkat menyambut hunjamanku dan tubuhnya bergetar, pelukan tangan dan jepitan kakinya semakin erat sampai aku merasa kesulitan bernafas, denyutan di dalam vaginanya terasa kuat sekali meremas kejantananku.

Setelah satu menit denyutannya masih sempit terasa sampai penisku terasa ngilu. Ketika penisku mau kucabut dia menahan tubuhku.

“Jangan dicabut dulu, biarkan saja di dalam. Ouhh kamu hebat sekali Deny. Terima kasih kamu telah memuaskanku” Imel mengecup bibirku.

Kubiarkan dia memelukku sampai penisku mengecil dan akhirnya keluar sendiri dari vaginanya. Malam itu dalam waktu kurang lebih tujuh jam kami bertempur sampai enam ronde. Paginya dia memelukku dan berkata,

“Aku mau lagi di lain hari”.
“Ah kamu nakal, perjakaku kamu ambil”.
“Kamu yang nakal, kamu yang mulai”. Kupeluk dia dan kuangkat ke kamar mandi untuk mandi dan membersihkan diri..

Akhirnya kuantar dia ngentot sepulang Kerja dan aku berjanji untuk datang lagi ke rumahnya. Ternyata dia tinggal serumah dengan beberapa teman-temannya. Semuanya wanita, sebagian janda dan sebagian lagi masih gadis. Mereka masing-masing punya pekerjaan tetap. ohh nikmatnya tubuh Imel.